Kamis, 21 Mei 2015

Model Pembelajaran Living History Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Di Kalangan Generasi Muda



Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS

Model Pembelajaran Living History Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Di Kalangan  Generasi Muda


 











Disusun oleh :
Kelompok 10

1.           Putri Adi Abdul Haris             (140210204058)
2.           Lesi Watiningsih                      (140210204061)
3.           Zakiyatu Maulidina                 (140210204068)
4.           Imas Yohani H                         (140210204013)


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Jember
Tahun 2015





BAB I
Pendahuluan


1.1.         Latar belakang

Nasionalisme Negeri ini tidak akan ada habisnya untuk di bicarakan di era globalisasi saat ini. Dengan kemajuan ilmu Teknologi Informasi, dimana generasi muda lebih banyak mencintai budaya negara lain dibanding dengan budaya dari negerinya sendiri. Diakalangan generasi muda nasinalisme seakan tenggelam terutama bagi merekan yang masih dalam pencarian jati diri, hal ini membuat budaya Indonesia masih malu untuk keluar dari cangkangnya, padahal negeri ini tak kalah kayanya dengan kebudayaan negeri lain dan kebudayaannya mampu sekali untuk membangkitkan nasionalisme indonesia.
            Pendidikan adalah salah satu alat untuk mengentaskan Generasi muda dari hal-hal yang melunturkan jiwa nasionalisme mereka, khususnya pada pembelajaran sejarah dan tepatnya dengan menggunakan model pembelajran Living History.


1.2.         Rumusan masalah.
1.2.1.      Apakah yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Living History?
1.2.2.      Bagaimanakah peranan model pembelajaran Living History dalam membentuk sikap nasionalisme di kalangan generasi muda?


1.3.            Tujuan
1.3.1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Living History
1.3.2.      Untuk mengetaui peranan model pembelajaran liing hstory dalam membentuk sikap nasionalisme di kalangan generasi muda.





BAB II
Pembahasan

2.1. Pembelajaran Living History

          Menurut Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 241), living history merupakan model pembelajaran sejarah yang bersumber pada lingkungan kehidupan sekitar siswa. Isu-isu materi sejarah yang bertema keberlangsungan (continuity) dan perubahan (change) dalam lingkungan terdekat siswa menjadi isi (content) model pembelajaran living history.
            Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 245) mengutip pendapat Douch (1967) yang menawarkan tiga cara untuk mengaplikasikan model pembelajaran living history dalam pengajaran sejarah lokal di sekolah.
1.      Mengambil contoh-contoh dari kejadian lokal untuk memberi ilustrasi yang lebih hidup dari uraian sejarah nasional maupun sejarah dunia yang sedang diajarkan. Di sini sudah jelas tidak akan ada masalah bagi usaha mengkaitkan sejarah lokal dengan kurikulum pengajaran sejarah yang berlaku. Contohnya ketika materi yang sedang dibahas tentang Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia , maka selain menjelaskan peristiwa yang terjadi dalam lingkup nasional, guru juga harus memberikan gambaran bagaimana daerah di lingkungan sekitarnya pada periode itu. Aneka peristiwa kontemporer tampaknya cocok untuk menerapkan model pembelajaran living history.
2.      Mengadakan kegiatan penjelajahan lingkungan (lawatan). Dalam cara ini, siswa diharapkan, disamping belajar sejarah di kelas, juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah atau siswa untuk mengamati langsung sumber-sumber sejarah, serta mengumpulkan data sejarah. Apabila di lingkungan sekitar siswa ada monumen yang berkaitan dengan peristiwa sejarah yang sedang dikaji, maka siswa dapat diajak langsung ke objek sejarah tersebut.
3.      Studi khusus serta cukup mendalam mengenai berbagai aspek kesejarahan di lingkungan sekitar peserta didik. Hal ini biasanya diorganisir dan dilaksanakan seperti layaknya studi sejarah profesional. Siswa diharapkan mengikuti prosedur seperti yang dilakukan para peneliti profesional, mulai dari pemilihan topik sampai pada penyusunan laporan. Dalam cara yang ketiga ini, peserta didik dapat secara berkelompok melakukan investigasi data terhadap objek sejarah. Investigasi ini menyerupai langkah penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam kegiatan ini, guru harus mampu membimbing kegiatan siswa.
Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 246-251) menguraikan bahwa guru dapat menemukan kemungkinan pelaksanaan proses belajar sejarah lokal tersebut tanpa harus mengganggu kegiatan pembelajaran materi sejarah (sebagaimana panduan kurikulum) di kelas. Dengan kata lain, tanpa mengganggu sasaran yang telah ditentukan dalam kurikulum nasional, sasaran yang terkandung dalam proses belajar yang bertekanan pada sejarah lokal juga dapat tercapai. Suatu model penyisipan kegiatan pengajaran sejarah lokal dalam lingkup kurikulum pendidikan yang berlaku sekarang dapat dicoba dengan menggunakan cara-cara berikut ini:
A. Pertama, tiap semester atau setahun pelajaran, di tiap kelas direncanakan suatu kegiatan belajar living history, berupa kegiatan lawatan atau penelusuran sejarah di lingkungan sekitar. Karena itu dalam permulaan semester, guru sejarah membuat perencanaan pengajaran yang dimulai dengan memilih topik-topik kesejarahan yang dianggap menarik dari lingkungan sekitar peserta didik. Kyvig dan Marty (1984) dan Mahoney (1981) mengklasifikasikan topik-topik living history dalam beberapa aspek di bawah ini:
1.       Menyusun Sejarah Keluarga. Sejarah keluarga sangat menarik dalam kegiatan model pembelajaran living history, karena keluarga sangat menonjol peranannya bagi kehidupan peserta didik. Sejarah keluarga inti dengan menelusuri asal-usul (genealogi keluarga atau family tree) maupun bertujuan untuk mengetahui perkembangan strukturnya. Fungsinya sebagai suatu lembaga masyarakat, pola interaksi serta hubungan sosial dalam satu keluarga. Berikut ini contoh kegiatan dalam mengamati genealogi keluarga dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus ditelusuri oleh siswa;

1. Siapakah ayah dan ibu peserta didik?
2. Siapakah ayah dari ayah dan ibunya?
3. Siapakah ibu dari ayah dan ibunya?
4. Siapakah kakek dari ayah dan ibunya?
5. Siapakah nenek dari ayah dan ibunya?
6. Berapa jumlah anggota keluarganya?
7.Dimanakah mereka sekarang?
8. Siapakah yang sudah dan belum menikah?
9. Bagaimana pertemuan ayah dan ibu sehingga akhirnya menikah?
10. Bagaimana kehidupan mereka sekarang?
Dan seterusnya.
2.      Mengamati Pola Kehidupan Menetap Penduduk. Aspek ini berkaitan dengan berbagai kehidupan keluarga. Antara lain, bagaimana terbentuknya keluarga sampai menjadi beberapa keluarga dalam satu RT, RW, desa atau kelurahan, bahkan boleh jadi dalam satu kota kecil. Perlu juga dilihat bagaimana ciri-ciri fisik lingkungan pemukimannya, hubungan penduduk dengan penduduk lainnya dalam lingkungan tersebut. Keadaan ini dapat ditelusuri oleh peserta didik. Berikutnya demi menghimpun data mereka, dapat diarahkan ke kantor RW, desa, kelurahan, atau kecamatan.
3.      Mengamati Perkembangan Penduduk. Aspek ini sangat berkaitan dengan pengelompokkan penduduk di suatu lingkungan tertentu, terutama yang menyangkut masalah mobilitas penduduk, serta sensus penduduk yang sangat berkaitan dengan tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah tertentu.
4.      Mengamati Monumen Bersejarah di Lingkungan Terdekat. Peserta Didik. Aspek ini menyangkut monumen di sekitar lingkungan tempat tinggal peserta didik atau sekolah yang memiliki nilai sejarah. Hal ini dapat berupa prasasti, gapua, mesjid, gereja, patung, candi, kuburan keramat dari seorang tokoh masyarakat, atau tugu pahlawan. Dalam mengamati monumen sejarah tersebut, peserta didik dapat mencari sendiri informasi atau penjelasan tentang menumen yang dimaksud: mulai dari latar belakang sampai pengaruhnya kepada masyarakat sekitarnya secara sederhana.

Berikut ini contoh hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengamati monumen bersejarah seperti candi, mesjid, patung, kuburan keramat, tugu pahlawan, dan lain-lain, yang bisa ditelusuri dengan mengemukakan beberapa permasalahan berikut ini:

1. Dimanakah tempatnya letak menumen yang diamati?
2. Bagaimana situasi lingkungan tempat monumen itu berada?
3. Bagaimana kondisi monumen itu sekarang?
4. Bagaimana ciri-ciri monumen itu?
5. Bagaimana kaitan antara monumen itu dengan masyarakat sekitarnya?
6. Mengapa sampai terdapat monumen itu disana?
7. Siapakah (jika monumen berbentuk patung) tokoh itu?
8. Apa peranan tokoh di daerah itu?
9. Kapan ia hidup?
Dan seterusnya.
5.      Mengamati Perkembangan atau Perubahan Sosial. Aspek ini mengamati kehidupan penduduk di suatu lokalitas tertentu. Di sini peserta didik diberi kesempatan untuk menelusuri secara sederhana aspek-aspek dinamis yang menyangkut perkembangan atau perubahan sosial yang dialami kelompok masyarakat itu. Ini sebenarnya merupakan unsur pokok dalam studi sejarah, yakni mengamati berbagai aspek kehidupan masyarakat dalam dinamika perkembangannya.
6.      Mengamati Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat. Sebagaimana mengamati perubahan sosial, perkembangan kehidupan ekonomi juga dapat ditelusuri melalui pranata-pranata ekonomi yang ada di masyarakat. Salah satu di antaranya adalah pasar sebagai tempat pertemuan antara pembeli dan penjual. Dari pasar, peserta didik dapat melihat aktivitas ekonomi masyarakat sekitarnya (di satu desa atau yang ada di dekat lokasi sekolah). Misalnya, siapakah yang menjadi pedagang; siapakah yang menjadi pembeli; barang apa yang diperdagangkan; adakah barang hasil pribumi yang diperjualbelikan; darimanakah barang lainnya; bagaimana kehidupan para pedagang itu; dsb.
7.      Mengamati Masuknya Teknologi Baru di Desa. Perkembangan pembangunan yang pesat saat ini banyak menghasilkan teknologi modern yang masuk ke lingkungan desa. Dari mulai yang disebut huller (alat memproses gabah menjadi besar), traktor, mesin pompa, alat penyemprot hama , dan lain-lain, sampai kepada penyediaan berbagai bibit unggul, serta berbagai jenis pestisida dan pupuk buatan. Dari aspek ini, peserta didik diajak mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat akibat masuknya alat-alat teknologi modern.
8.      Mengamati Perkembangan Pemerintahan Desa. Dalam aspek ini, peserta didik diajak untuk mengamati perkembangan pemerintahan desa dari perspektif sejarah. Peserta didik diharapkan dapat membandingkan proses pemerintahan desa sebelumnya sampai sekarang ini. Perkembangan ini dapat ditelusuri dengan melihat arsip di kantor desa atau mengadakan wawancara dengan masyarakat sekitarnya dan aparat desa setempat. Tokoh masyarakat setempat juga dapat dimintai keterangannya atas perkembangan pemerintahan desa.
B. Kedua, menyusun rencana kerja oleh setiap kelompok. Di dalamnya memuat berbagai kegiatan sesuai dengan contoh topik yang telah direncanakan. Rencana kerja mulai dari penyiapan sumber literatur (bahan bacaan), observasi lapangan, angket, instrumen wawancara sampai kepada penyusunan laporan. Diharapkan rencana kerja ini sesuai dengan batas waktu pengerjaan yang telah ditentukan sebelumnya.

C. Ketiga, pelaksanaan kegiatan, boleh dilaksanakan baik di lingkungan sekitar atau lingkungan tempat tinggal peserta didik. Pelaksanaan kegiatan pada tahap ini diusahakan tidak mengganggu jam-jam efektif. Boleh jadi dilaksanakan pada waktu jam-jam kosong, pulang sekolah, sore hari, atau pada waktu hari libur.

D. Keempat, penulisan laporan kegiatan yang diusahakan telah selesai sebelum tes akhir semester (dua atau tiga minggu), sehingga tersedia cukup waktu bagi tiap kelompok untuk mempresentasikan  hasilnya di hadapan teman-temannya melalui pergelaran diskusi. Penulisan laporan dapat berbentuk karya ilmiah yang di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan hasilnya dapat dipublikasikan, baik di majalah dinding sekolah, di majalah umum, atau koran.

Selanjutnya terdapat beberapa tindakan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran living history di lapangan. Antara lain:

1. Membimbing peserta didik dalam memilih topik yang sesuai dengan minat da kemampuannya.
2. Membimbing peserta didik dalam melakukan persiapan-persiapan yang akan dikerjakan dilpangan.
3. Membantu dan  membimbing peserta didik dalam menyusun pedoman observasi dan wawancara.
4. Membimbing peserta didik dalam melaksanakan penelusuran peristiwa sejarah yang telah dipilihnya dengan baik.
5. Menciptakan situasi kompetitif antar kelompok dan kekompakan di antara anggota kelompok.
6. Meng
adakan diskusi kelompok dan kelas untuk membahas pelaksanaan model pembelajaran living history.
7. Membantu kelompok peserta didik yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya di lapangan.
8. Membantu dan membimbing peserta didik dalam menginterpretasikan data yang diperoleh di lapangan.
9. Membimbing peserta didik dalam menyusun laporan hasil penelitian lapangan.
10.Menyediakan waktu dan tempat untuk mendiskusikan hasil penelitian di kelas.


2.2.  Peranan Model Pembelajaran Living History Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda.
            Sebelum membahas lebih dalam lagi peranan daripada model pembelajaran ini baiknya kita ketahui dulu apa yang dimaksud dengan Sikap nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme adalah adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.Secara etimologi Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air  memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurang beruntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara persatuan dan kesatuan.
            Seperti yang kita tahu bahwasanya pembelajaran living history adalah model pembelajaran dalam konteks sejarah. Jelas sekali bahwasanya model pembelajarn ini sangat berpengaruh pada peningkatan sikap cinta tanah air di kalangan generasi muda, p embelajran sejarah sseharusnya tidak hanya sebagai wahana pengembangan intelektual dan kebanggaan masa lampau, justru kejadian pada masa lampau harus dijadikan sebagai guru yang baik untuk memperbaiki  kehidupan di masa sekarang dan mas mendatang. Pembelajran sejarah bukan sekedar nama atau tanggal tapi menyangkut penilaian, kepedulian dan kewaspadaan, dan dengan pembelajran sejarah melalui living history inikita akan diperkenalkan dengan hal yang tidak pernah kita alami sebelumnya dan diajak masuk kedalamnya.
            Generasi muda menyadari bahwasanya sikap nasionalisme mereka berkurang akibat dari ketidaktahuan mereka terhadap sejarah. Sejarah sendiri diangap pelajaran mendongeng yang amat membosankan, diamana seperti yang telah mereka ketahui pembelajaran sejarah hanya bersifat seremonial tanpa menggali lebih dalam ada apa dibalik sejarah, sehingga menumbuhkan sikap nasionalisme dianggap berssifat suatu keharusan yang harus dikerjakan tanpa mengetahui makna yang trekandung didalamnya.
            Sebenarnya generasi muda sangat tertarik dengan pembelajaran yang dikait-kaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mereka mendapatkan gambaran utuh mengenai suatu pembahasan, adapun beberapa manfaat yang didapat dai pembelajran living history bagi peningkatan sikap nasionalisme diantaranya
1.      Generasi muda bisa mendapatkan gambaran utuh tentang kehidupan masa lalu
2.      Jika model ini dilaksanakan di studi wisata perjuangan maka mereka akan tahu betapa sulitnya untuk mempertahankan kemerdekaan negeri ini sekalipun saat ini telah melewati masa kemerdekaan dan mereka akan beripikir bahwasanya untuk melanjutkan perjuangan pahlawan yaitu dengan belajar giat.
3.      Mereka akan  termotivasi tentang banyak hal dengan pembelajaran  yang telah mereka dapatkan
4.      Mereka akan menganggap pembelajran sejarah menyenangkan jika mereka langsung terjun kelapangan untuk merasakan realita yang sesungguhnya.
5.      Selain itu pembelajaran sejarah dengan model ini dapat pula berkontribusi untuk membangun sikap patriotisme tidak hanya nasionalisme di kalangan generasi muda



.






BAB III
Penutup
3.1.         Kesimpulan
            Pengembangan model pembelajaran living history sangat diperlukan dalam proses belajar sejarah di sekolah, sebab model ini berfungsi sebagai awal bagi siswa dalam mengenal bahwa sesungguhnya sejarah bukan untuk dihapal dan bersifat rutinitas belaka, melainkan merupakan mata pelajaran yang bisa memproyeksikan pengalaman masa lampau masyarakat sekitar peserta didik dengan masa sekarang. Dengan pengajaran sejarah, peserta didik akan memperoleh banyak contoh dan pengalaman dari berbagai tingkat perkembangan lingkungan masyarakatnya. Dan tak lupa bahwasanya model ini akan meningkatkan sikap nasionalisme



















Daftar Pustaka
Abdurrahman, Maman. (1991). Materi Pokok Pendidikan IPS1. Jakarta: Universitas terbuka
Gunawan, Rudi. (2011). Pendidikan IPS Filosofi, Konsep Dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar