Tugas
Mata Kuliah Pendidikan IPS
Model
Pembelajaran Living History Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme Di Kalangan Generasi Muda
Disusun oleh
:
Kelompok 10
1.
Putri Adi Abdul Haris (140210204058)
2.
Lesi Watiningsih (140210204061)
3.
Zakiyatu Maulidina (140210204068)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas
Jember
Tahun 2015
BAB I
Pendahuluan
1.1.
Latar
belakang
Nasionalisme
Negeri ini tidak akan ada habisnya untuk di bicarakan di era globalisasi saat
ini. Dengan kemajuan ilmu Teknologi Informasi, dimana generasi muda lebih
banyak mencintai budaya negara lain dibanding dengan budaya dari negerinya
sendiri. Diakalangan generasi muda nasinalisme seakan tenggelam terutama bagi
merekan yang masih dalam pencarian jati diri, hal ini membuat budaya Indonesia
masih malu untuk keluar dari cangkangnya, padahal negeri ini tak kalah kayanya
dengan kebudayaan negeri lain dan kebudayaannya mampu sekali untuk
membangkitkan nasionalisme indonesia.
Pendidikan
adalah salah satu alat untuk mengentaskan Generasi muda dari hal-hal yang
melunturkan jiwa nasionalisme mereka, khususnya pada pembelajaran sejarah dan
tepatnya dengan menggunakan model pembelajran Living History.
1.2.
Rumusan
masalah.
1.2.1. Apakah
yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Living History?
1.2.2. Bagaimanakah
peranan model pembelajaran Living History dalam membentuk sikap nasionalisme di
kalangan generasi muda?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Living History
1.3.2. Untuk
mengetaui peranan model pembelajaran liing hstory dalam membentuk sikap
nasionalisme di kalangan generasi muda.
BAB II
Pembahasan
2.1. Pembelajaran Living History
Menurut
Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 241), living
history merupakan model pembelajaran sejarah yang bersumber pada lingkungan
kehidupan sekitar siswa. Isu-isu materi sejarah yang bertema keberlangsungan
(continuity) dan perubahan (change) dalam lingkungan terdekat siswa menjadi isi
(content) model pembelajaran living history.
Wawan
Darmawan, S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 245) mengutip pendapat
Douch (1967) yang menawarkan tiga cara untuk mengaplikasikan model pembelajaran
living history dalam pengajaran sejarah lokal di sekolah.
1. Mengambil
contoh-contoh dari kejadian lokal untuk memberi ilustrasi yang lebih hidup dari
uraian sejarah nasional maupun sejarah dunia yang sedang diajarkan. Di sini
sudah jelas tidak akan ada masalah bagi usaha mengkaitkan sejarah lokal dengan
kurikulum pengajaran sejarah yang berlaku. Contohnya ketika materi yang sedang
dibahas tentang Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia , maka selain menjelaskan
peristiwa yang terjadi dalam lingkup nasional, guru juga harus memberikan
gambaran bagaimana daerah di lingkungan sekitarnya pada periode itu. Aneka
peristiwa kontemporer tampaknya cocok untuk menerapkan model pembelajaran
living history.
2. Mengadakan
kegiatan penjelajahan lingkungan (lawatan). Dalam cara ini, siswa diharapkan,
disamping belajar sejarah di kelas, juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah
atau siswa untuk mengamati langsung sumber-sumber sejarah, serta mengumpulkan
data sejarah. Apabila di lingkungan sekitar siswa ada monumen yang berkaitan
dengan peristiwa sejarah yang sedang dikaji, maka siswa dapat diajak langsung
ke objek sejarah tersebut.
3. Studi
khusus serta cukup mendalam mengenai berbagai aspek kesejarahan di lingkungan
sekitar peserta didik. Hal ini biasanya diorganisir dan dilaksanakan seperti
layaknya studi sejarah profesional. Siswa diharapkan mengikuti prosedur seperti
yang dilakukan para peneliti profesional, mulai dari pemilihan topik sampai
pada penyusunan laporan. Dalam cara yang ketiga ini, peserta didik dapat secara
berkelompok melakukan investigasi data terhadap objek sejarah. Investigasi ini
menyerupai langkah penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Dalam kegiatan ini, guru harus mampu
membimbing kegiatan siswa.
Wawan Darmawan,
S.Pd., M.Hum dalam Agus M. dan Restu G. (2007: 246-251) menguraikan bahwa guru
dapat menemukan kemungkinan pelaksanaan proses belajar sejarah lokal tersebut
tanpa harus mengganggu kegiatan pembelajaran materi sejarah (sebagaimana
panduan kurikulum) di kelas. Dengan kata lain, tanpa mengganggu sasaran yang
telah ditentukan dalam kurikulum nasional, sasaran yang terkandung dalam proses
belajar yang bertekanan pada sejarah lokal juga dapat tercapai. Suatu model
penyisipan kegiatan pengajaran sejarah lokal dalam lingkup kurikulum pendidikan
yang berlaku sekarang dapat dicoba dengan menggunakan cara-cara berikut ini:
A. Pertama,
tiap semester atau setahun pelajaran, di tiap kelas direncanakan suatu kegiatan
belajar living history, berupa kegiatan lawatan atau penelusuran sejarah di
lingkungan sekitar. Karena itu dalam permulaan semester, guru sejarah membuat
perencanaan pengajaran yang dimulai dengan memilih topik-topik kesejarahan yang
dianggap menarik dari lingkungan sekitar peserta didik. Kyvig dan Marty (1984)
dan Mahoney (1981) mengklasifikasikan topik-topik living history dalam beberapa
aspek di bawah ini:
1. Menyusun Sejarah Keluarga. Sejarah keluarga
sangat menarik dalam kegiatan
model pembelajaran living history, karena keluarga sangat menonjol peranannya
bagi kehidupan peserta didik. Sejarah keluarga inti dengan menelusuri asal-usul
(genealogi keluarga atau family tree) maupun bertujuan untuk mengetahui
perkembangan strukturnya. Fungsinya sebagai suatu lembaga masyarakat, pola
interaksi serta hubungan sosial dalam satu keluarga. Berikut ini contoh
kegiatan dalam mengamati genealogi keluarga dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang harus ditelusuri oleh siswa;
1. Siapakah ayah dan ibu peserta didik?
2. Siapakah ayah dari ayah
dan ibunya?
3. Siapakah ibu
dari ayah dan ibunya?
4. Siapakah
kakek dari ayah dan ibunya?
5. Siapakah
nenek dari ayah dan ibunya?
6. Berapa jumlah
anggota keluarganya?
7.Dimanakah
mereka sekarang?
8. Siapakah yang
sudah dan belum menikah?
9. Bagaimana
pertemuan ayah dan ibu sehingga akhirnya menikah?
10. Bagaimana
kehidupan mereka sekarang?
Dan seterusnya.
2. Mengamati
Pola Kehidupan Menetap Penduduk. Aspek ini berkaitan dengan berbagai kehidupan keluarga.
Antara lain, bagaimana terbentuknya keluarga sampai menjadi beberapa keluarga
dalam satu RT, RW, desa atau kelurahan, bahkan boleh jadi dalam satu kota
kecil. Perlu juga dilihat bagaimana ciri-ciri fisik lingkungan pemukimannya,
hubungan penduduk dengan penduduk lainnya dalam lingkungan tersebut. Keadaan
ini dapat ditelusuri oleh peserta didik. Berikutnya demi menghimpun data
mereka, dapat diarahkan ke kantor RW, desa, kelurahan, atau kecamatan.
3. Mengamati
Perkembangan Penduduk. Aspek ini sangat berkaitan dengan pengelompokkan
penduduk di suatu lingkungan tertentu, terutama yang menyangkut masalah
mobilitas penduduk, serta sensus penduduk yang sangat berkaitan dengan tingkat
kemakmuran penduduk di suatu daerah tertentu.
4. Mengamati
Monumen Bersejarah di Lingkungan Terdekat. Peserta Didik. Aspek ini menyangkut
monumen di sekitar lingkungan tempat tinggal peserta didik atau sekolah yang
memiliki nilai sejarah. Hal ini dapat berupa prasasti, gapua, mesjid, gereja,
patung, candi, kuburan keramat dari seorang tokoh masyarakat, atau tugu
pahlawan. Dalam mengamati monumen sejarah tersebut, peserta didik dapat mencari
sendiri informasi atau penjelasan tentang menumen yang dimaksud: mulai dari
latar belakang sampai pengaruhnya kepada masyarakat sekitarnya secara sederhana.
Berikut ini
contoh hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengamati monumen bersejarah
seperti candi, mesjid, patung, kuburan keramat, tugu pahlawan, dan lain-lain,
yang bisa ditelusuri dengan mengemukakan beberapa permasalahan berikut ini:
1. Dimanakah tempatnya letak menumen yang diamati?
2. Bagaimana
situasi lingkungan tempat monumen itu berada?
3. Bagaimana
kondisi monumen itu sekarang?
4. Bagaimana
ciri-ciri monumen itu?
5. Bagaimana
kaitan antara monumen itu dengan masyarakat sekitarnya?
6. Mengapa
sampai terdapat monumen itu disana?
7. Siapakah
(jika monumen berbentuk patung) tokoh itu?
8. Apa peranan
tokoh di daerah itu?
9. Kapan ia
hidup?
Dan seterusnya.
5. Mengamati
Perkembangan atau Perubahan Sosial. Aspek ini mengamati kehidupan penduduk di
suatu lokalitas tertentu. Di sini peserta didik diberi kesempatan untuk
menelusuri secara sederhana aspek-aspek dinamis yang menyangkut perkembangan
atau perubahan sosial yang dialami kelompok masyarakat itu. Ini sebenarnya
merupakan unsur pokok dalam studi sejarah, yakni mengamati berbagai aspek
kehidupan masyarakat dalam dinamika perkembangannya.
6. Mengamati
Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat. Sebagaimana mengamati perubahan
sosial, perkembangan kehidupan ekonomi juga dapat ditelusuri melalui
pranata-pranata ekonomi yang ada di masyarakat. Salah satu di antaranya adalah
pasar sebagai tempat pertemuan antara pembeli dan penjual. Dari pasar, peserta
didik dapat melihat aktivitas ekonomi masyarakat sekitarnya (di satu desa atau
yang ada di dekat lokasi sekolah). Misalnya, siapakah yang menjadi pedagang;
siapakah yang menjadi pembeli; barang apa yang diperdagangkan; adakah barang
hasil pribumi yang diperjualbelikan; darimanakah barang lainnya; bagaimana
kehidupan para pedagang itu; dsb.
7. Mengamati
Masuknya Teknologi Baru di Desa. Perkembangan pembangunan yang pesat saat ini
banyak menghasilkan teknologi modern yang masuk ke lingkungan desa. Dari mulai
yang disebut huller (alat memproses gabah menjadi besar), traktor, mesin pompa,
alat penyemprot hama , dan lain-lain, sampai kepada penyediaan berbagai bibit
unggul, serta berbagai jenis pestisida dan pupuk buatan. Dari aspek ini,
peserta didik diajak mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat
akibat masuknya alat-alat teknologi modern.
8. Mengamati
Perkembangan Pemerintahan Desa. Dalam aspek ini, peserta didik diajak untuk
mengamati perkembangan pemerintahan desa dari perspektif sejarah. Peserta didik
diharapkan dapat membandingkan proses pemerintahan desa sebelumnya sampai
sekarang ini. Perkembangan ini dapat ditelusuri dengan melihat arsip di kantor
desa atau mengadakan wawancara dengan masyarakat sekitarnya dan aparat desa
setempat. Tokoh masyarakat setempat juga dapat dimintai keterangannya atas
perkembangan pemerintahan desa.
B. Kedua, menyusun rencana kerja oleh
setiap kelompok. Di dalamnya memuat berbagai kegiatan sesuai dengan contoh
topik yang telah direncanakan. Rencana kerja mulai dari penyiapan sumber
literatur (bahan bacaan), observasi lapangan, angket, instrumen wawancara
sampai kepada penyusunan laporan. Diharapkan rencana kerja ini sesuai dengan
batas waktu pengerjaan yang telah ditentukan sebelumnya.
C. Ketiga, pelaksanaan kegiatan, boleh dilaksanakan baik di lingkungan sekitar atau lingkungan tempat tinggal peserta didik. Pelaksanaan kegiatan pada tahap ini diusahakan tidak mengganggu jam-jam efektif. Boleh jadi dilaksanakan pada waktu jam-jam kosong, pulang sekolah, sore hari, atau pada waktu hari libur.
D. Keempat, penulisan laporan kegiatan yang diusahakan telah
selesai sebelum tes akhir semester (dua atau tiga minggu), sehingga tersedia
cukup waktu bagi tiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya di hadapan teman-temannya melalui
pergelaran diskusi. Penulisan laporan dapat berbentuk karya ilmiah yang di
dalamnya memuat ketentuan-ketentuan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
hasilnya dapat dipublikasikan, baik di majalah dinding sekolah, di majalah
umum, atau koran.
Selanjutnya terdapat beberapa tindakan yang harus
diperhatikan oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran living history di
lapangan. Antara lain:
1. Membimbing peserta didik dalam memilih topik yang sesuai dengan minat da kemampuannya.
2. Membimbing peserta didik dalam
melakukan persiapan-persiapan yang akan dikerjakan dilpangan.
3. Membantu dan membimbing peserta didik dalam menyusun
pedoman observasi dan wawancara.
4. Membimbing peserta didik dalam melaksanakan penelusuran peristiwa sejarah yang telah dipilihnya dengan baik.
4. Membimbing peserta didik dalam melaksanakan penelusuran peristiwa sejarah yang telah dipilihnya dengan baik.
5. Menciptakan situasi kompetitif
antar kelompok dan kekompakan di antara anggota kelompok.
6. Mengadakan diskusi kelompok dan kelas untuk membahas pelaksanaan model pembelajaran living history.
6. Mengadakan diskusi kelompok dan kelas untuk membahas pelaksanaan model pembelajaran living history.
7. Membantu kelompok peserta didik
yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya di lapangan.
8. Membantu dan membimbing peserta
didik dalam menginterpretasikan data yang diperoleh di lapangan.
9. Membimbing peserta didik dalam
menyusun laporan hasil penelitian lapangan.
10.Menyediakan waktu dan tempat untuk mendiskusikan hasil
penelitian di kelas.
2.2. Peranan Model Pembelajaran Living History
Dalam Membentuk Sikap Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda.
Sebelum membahas lebih dalam lagi
peranan daripada model pembelajaran ini baiknya kita ketahui dulu apa yang
dimaksud dengan Sikap nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme adalah adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.Secara etimologi
Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan
yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa memiliki rasa
solidaritas terhadap musibah dan kekurang beruntungan saudara setanah air,
sebangsa dan senegara persatuan dan kesatuan.
Seperti yang kita tahu bahwasanya pembelajaran living
history adalah model pembelajaran dalam konteks sejarah. Jelas sekali
bahwasanya model pembelajarn ini sangat berpengaruh pada peningkatan sikap
cinta tanah air di kalangan generasi muda, p embelajran sejarah
sseharusnya tidak hanya sebagai wahana pengembangan intelektual dan kebanggaan
masa lampau, justru kejadian pada masa lampau harus dijadikan sebagai guru yang
baik untuk memperbaiki kehidupan di masa
sekarang dan mas mendatang. Pembelajran sejarah bukan sekedar nama atau tanggal
tapi menyangkut penilaian, kepedulian dan kewaspadaan, dan dengan pembelajran
sejarah melalui living history inikita akan diperkenalkan dengan hal yang tidak
pernah kita alami sebelumnya dan diajak masuk kedalamnya.
Generasi muda menyadari bahwasanya sikap nasionalisme
mereka berkurang akibat dari ketidaktahuan mereka terhadap sejarah. Sejarah
sendiri diangap pelajaran mendongeng yang amat membosankan, diamana seperti
yang telah mereka ketahui pembelajaran sejarah hanya bersifat seremonial tanpa
menggali lebih dalam ada apa dibalik sejarah, sehingga menumbuhkan sikap
nasionalisme dianggap berssifat suatu keharusan yang harus dikerjakan tanpa
mengetahui makna yang trekandung didalamnya.
Sebenarnya generasi muda sangat tertarik dengan
pembelajaran yang dikait-kaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mereka
mendapatkan gambaran utuh mengenai suatu pembahasan, adapun beberapa manfaat yang
didapat dai pembelajran living history bagi peningkatan sikap nasionalisme
diantaranya
1.
Generasi muda bisa mendapatkan gambaran utuh
tentang kehidupan masa lalu
2.
Jika model ini dilaksanakan di studi wisata
perjuangan maka mereka akan tahu betapa sulitnya untuk mempertahankan
kemerdekaan negeri ini sekalipun saat ini telah melewati
masa kemerdekaan dan mereka akan beripikir bahwasanya untuk melanjutkan perjuangan
pahlawan yaitu dengan belajar giat.
3.
Mereka akan termotivasi tentang banyak hal dengan pembelajaran yang telah mereka dapatkan
4.
Mereka akan menganggap pembelajran sejarah
menyenangkan jika mereka langsung terjun kelapangan
untuk merasakan realita yang sesungguhnya.
5.
Selain itu pembelajaran sejarah
dengan model ini dapat pula berkontribusi untuk membangun sikap patriotisme tidak
hanya nasionalisme di kalangan generasi muda
.
BAB III
Penutup
3.1.
Kesimpulan
Pengembangan model pembelajaran
living history sangat diperlukan dalam proses belajar sejarah di sekolah, sebab
model ini berfungsi sebagai awal bagi siswa dalam mengenal bahwa sesungguhnya
sejarah bukan untuk dihapal dan bersifat rutinitas belaka, melainkan merupakan
mata pelajaran yang bisa memproyeksikan pengalaman masa lampau masyarakat
sekitar peserta didik dengan masa sekarang. Dengan pengajaran sejarah, peserta
didik akan memperoleh banyak contoh dan pengalaman dari berbagai tingkat
perkembangan lingkungan masyarakatnya. Dan tak lupa bahwasanya model ini akan
meningkatkan sikap nasionalisme
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Maman. (1991).
Materi Pokok Pendidikan IPS1. Jakarta: Universitas terbuka
Gunawan, Rudi. (2011). Pendidikan
IPS Filosofi, Konsep Dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar